Setiap tahun di kota Shanghai diadakan “Bund Summit”, sebuah forum prestisius yang membahas berbagai isu dan tren ekonomi serta keuangan global. Pada pertemuan tahun 2020, salah satu pembicara di sana adalah Jack Ma, miliarder ternama dan bos Alibaba. Dia berpidato di ujung perhelatan, 24 Oktober 2020.
Dari salinan teks pidatonya, dia membicarakan perkara teknologi keuangan (fintek), perbankan, kebijakan otoritas keuangan, dan masa depan sektor keuangan. Teks pidato yang, hampir pasti, dipersiapkan dengan seksama. Sebuah narasi yang menarik, ditaburi gaya ungkap yang meyakinkan, menukil cerita kisah Samkok, membedakan “expert” dan “scholar”, bahkan mengutip beberapa pernyataan Presiden Xi. Sebenarnya, kalau kita tak memahami situasi yang ada di Cino saat itu, pidato tersebut merupakan pidato yang menarik. Namun, di sana ia juga melakukan kritik terhadap manajemen dan kebijakan perbankan serta mata uang digital. Dia menyebut bahwa manajeman perbankan saat ini masih sama dengan manajemen pegadaian masa lampau (masih bertumpu pada hipotek dan agunan), sementara di masa depan akan lebih bertumpu pada manajemen mahadata (big data), dst.
Saat Ma pidato, harga saham Alibaba sedang berada di puncak (HK$298 per saham) dan tengah mempersiapkan IPO salah satu grup bisnisnya, Ant Group. IPO (penawaran umum perdana) yang diprediksi akan menjadi IPO terbesar pada 2020. Namun otoritas Cino merasa bahwa kritik Ma terhadap sistem keuangan mereka, telah melewati garis. IPO Ant Group dibatalkan. Konon, Presiden Xi sendiri yang memerintahkan pembatalan itu. Otoritas Cino mulai terganggu dengan aksi para miliarder yang menguasai atau memonopoli berbagai sektor, termasuk Alibaba yang memasuki sektor keuangan. Ma dikepras, dia lantas menutup diri, menghilang dari publik. Alibaba diperiksa dan didenda atas tuduhan monopoli. Dalam waktu dua tahun sejak pidato Ma, harga sama Alibaba anjlog hampir 80%, menjadi hanya HK$62 per saham.
Mendiang Charlie Munger (partner Warren Buffett di Berkshire Hathaway) yang juga investor di Alibaba, mengatakan bahwa Ma seorang yang arogan. Dia menganggap pidato Ma itu sebagai bodoh ketika melakukan kritik terhadap sistem keuangan Cino. Kata Munger, Ma telah “menusuk hidung beruang dengan tongkat”. Dia membela tindakan otoritas Cino untuk mendisiplinkan Ma.
Lima tahun “bertapa”, dengan beberapa kali sempat terlihat berkunjung ke Thailand atau ke Jepang, Ma kembali ke publik. Pada 17 Februari 2025, Ma bersama para miliarder lain seperti Ren Zhengfei (Huawei), Ma Huateng (Tencent), Wang Chuanfu (BYD), Zheng Yuqun (CATL, korporasi baterai terbesar), Lei Jun (Xiaomi), Wang Xing (Meituan), Liang Wenfeng (Deepseek), Wang Xinxing (Unitree, perusahaan robot), dst. diundang ke Rénmín Dàhuìtáng (Balai Besar Rakyat), bertemu dengan Presiden Xi dan beberapa anggota Politbiro, untuk menghadiri simposium, berdiskusi dan meminta masukan dari para miliarder tersebut. Saat itu Xi mengatakan “…ini saat yang tepat bagi kalian untuk menunjukkan talenta kalian.” Pun petuah, “…setelah kaya, kalian juga promosikan pula kesejahteraan umum.” Pertemuan itu dinilai oleh sebagian pihak sebagai tanda bahwa Beijing mulai mengendurkan tekanan pada para konglomerat.
Akhir Februari 2025, Alibaba berkomitmen untuk menganggarkan duit sangat besar (USD53 miliar) untuk infrastruktur AI (Qwen) dan perluasan pusat data di beberapa negara (Brazil, Prancis, Belanda, dst.). Sejak saat itu harga saham Alibaba terus naik, meski masih jauh dari posisi puncak yang pernah diperolehnya. Sejak Januari 2025 sampai saat ini telah naik 122%. Apakah tren ini bakal berlanjut? Ya ndak tahu kok tanya saya.
(DJT)