Sang Maestro

Sosok Go Tik Swan membuktikan bahwa kecintaan pada budaya Indonesia tak mengenal batas etnis. Pria Tionghoa yang lahir di Desa Kratonan, Serengan, Surakarta pada 11 Mei 1931 ini menghabiskan masa kecilnya di lingkungan industri batik keluarga yang tersebar di Kratonan, Ngapenan, dan Kestalan. Pendidikan dasarnya ditempuh di Neutrale Europesche Lagere School di Solo, di mana ia bersekolah bersama anak-anak keluarga keraton, ningrat, dan pembesar Belanda.

Kehidupan sehari-harinya dilalui di antara para pembatik. Ia akrab dengan proses membersihkan malam dari kain, pencucian, pemberian warna coklat dari kulit pohon soga, hingga seni menulis di kain dengan canting. Pengalaman inilah yang kelak menjadi fondasi kuat dalam perjalanan seninya.

Titik balik terjadi pada 1955 saat ia membawakan Tari Gambir Anom dalam Dies Natalis UI. Pertunjukan itu berhasil memukau Presiden Soekarno dan menjadi awal perkenalan mereka. Dua tahun kemudian, Bung Karno memberikan mandat khusus kepadanya untuk menciptakan “Batik Indonesia” yang mampu merepresentasikan identitas bangsa.

Dengan keahliannya, Go Tik Swan berhasil menggabungkan karakter batik Solo, Yogyakarta, dan Pesisiran menjadi satu kesatuan yang harmonis. Dari tangannya lahir motif-motif ikonik seperti radyo kusumo, kuntul nglayang, kutila peksawani, dan parang anggrek. Sepanjang kariernya dari 1950 hingga 2008, ia menciptakan sekitar 200 motif batik Indonesia.

Tak hanya di dunia batik, Go Tik Swan juga mendalami tosan aji (keris). Pada 1959 ia mendirikan perkumpulan Bawarasa Tosanaji di Solo. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Presidium Yayasan Radya Pustaka yang mengelola Museum Radya Pustaka, serta anggota Dewan Empu di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.

Pada 11 Agustus 2005, disaksikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Edi Sedyawati, Go Tik Swan menandatangani wasiat penyerahan koleksi benda purbakala yang amat berharga kepada Pemerintah RI. Koleksinya terdiri atas keris dan berbagai arca perunggu maupun batu yang langka.

Pada tahun 2011, pemerintah menganugerahinya Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma sebagai pengakuan atas jasa-jasanya yang luar biasa dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Indonesia. Go Tik Swan wafat pada tahun 2008, meninggalkan warisan budaya yang terus abadi.

Referensi:
Arsip Nasional Republik Indonesia
Dokumen Yayasan Radya Pustaka
Wawancara dengan Direktur Jenderal Kebudayaan Edi Sedyawati
Katalog Karya Go Tik Swan 1950-2008

Selamat Hari Batik Indonesia! 💪🇲🇨

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Total
0
Share
error: Content is protected !!