Setelah dua puluh hari penuh ketidakpastian dan pencarian yang melelahkan, harapan keluarga besar Pendeta Irwanner Muda Ritonga (57) dan Lea Felanie (59) akhirnya menemui titik terang yang pahit. Pada Minggu sore, 14 Desember 2025, jenazah Pendeta Lea Felanie ditemukan warga sekitar Pasar Tradisional Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, sekitar tiga kilometer dari rumahnya yang hancur diterjang banjir bandang.
Anak ketiga pasangan tersebut, Betty Trifena Ritonga, dalam duka yang mendalam mengungkapkan kelegaan bercampur pilu. “Puji Tuhan. Mama kami sudah ditemukan hari ini di Pasar Tukka,” katanya. Ia menyatakan bahwa ibunya akan dimakamkan keesokan harinya di pemakaman depan Gereja GPDI di Kelurahan Sibuluan Nalambok, Kecamatan Sarudik. “Mama sudah bersama bapa di surga,” tambah Betty, mengakhiri perjalanan panjang pencarian yang penuh doa.
Kisah tragis ini berawal pada Selasa, 25 November 2025, ketika hujan berhari-hari memicu banjir bandang dahsyat yang membawa lumpur, kayu gelondongan, dan batu, menghantam pemukiman di Lorong 4, Kelurahan Hutanabolon, Kecamatan Tukka. Saat bencana datang, Pendeta Irwanner dan Lea Felanie sedang sarapan pagi di rumah mereka yang berdempetan dengan gereja.
Detik-Detik Menegangkan dan Sebuah Mukjizat
Bencana datang dengan tiba-tiba. Suara gemuruh kayu besar menghantam pintu gereja menjadi pertanda bahaya. Pendeta Irwanner yang melihat kayu sudah merusak pintu rumah mereka dari arah perbukitan segera berusaha menyelamatkan diri. Dengan spontan, ia melompat ke rumah sebelah sambil berteriak memanggil istrinya, “Ayok, sudah banjir!”
Namun, selang waktu yang singkat itu ternyata sudah terlambat. Begitu sang suami menyeberang, rumah mereka langsung tersapu arus deras banjir bandang, membawa serta Lea Felanie yang masih berada di dalam.
Pendeta Irwanner tidak menyerah. Dalam upaya bertahan hidup, ia kembali melompat dan memanjat sebuah pohon bersama seorang anak laki-laki. Namun, kekuatan alam ternyata jauh lebih besar. Pohon yang mereka panjat pun tumbang, membuat keduanya terhanyut ke seberang sungai. Atas kuasa yang diyakini keluarga sebagai mukjizat, Pendeta Irwanner dan anak tersebut berhasil selamat. Mereka sempat naik ke perbukitan sebelum akhirnya kembali menyebrangi sungai menuju pemukiman.
“Bapak selamat pun itu mukjizat, karena situasinya begitu parah,” kenang Betty, menggambarkan betapa sulitnya ayahnya bertahan dari amukan banjir yang menghancurkan segala yang dilewatinya.
Duka yang Menyatu dengan Duka Wilayah
Tragedi yang menimpa keluarga Pendeta ini merupakan satu dari sekian banyak kisah pilu yang lahir dari bencana hidrometeorologi besar yang melanda Sumatra akhir 2025. Banjir bandang dan tanah longsor di beberapa provinsi, termasuk Sumatra Utara, telah menyebabkan korban jiwa yang sangat besar. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 12 Desember 2025 mencatat, secara kumulatif bencana ini telah merenggut 969 jiwa, dengan 262 orang masih dinyatakan hilang dan hampir satu juta orang harus mengungsi.
Di Tapanuli Tengah sendiri, kondisi pascabencana masih sangat berat. Pemulihan infrastruktur, seperti perbaikan jalan yang berubah menjadi aliran sungai dan pencarian korban hilang, sangat terhambat oleh luas area terdampak, ketebalan lumpur, dan keterbatasan alat berat. Ancaman banjir susulan juga tetap membayangi seiring peringatan cuaca ekstrem dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Kisah keluarga Pendeta Irwanner Muda Ritonga adalah potret nyata dari ketahanan, kehilangan, dan iman yang diuji di tengah musibah. Penemuan jenazah Lea Felanie setelah dua puluh hari mungkin mengakhiri pencarian, tetapi memulai proses berduka yang panjang bagi keluarga yang kehilangan, serta menjadi pengingat akan besarnya tantangan pemulihan yang masih dihadapi ribuan korban lainnya di Tapanuli Tengah dan wilayah terdampak bencana lainnya.